Saturday, June 5, 2010

autumn in paris By ILANA TAN

Apakah ada yang tahu bagaimana rasanya mencintai seseorang yang tidak boleh dicintai? Aku tahu. Aku memang baru mengenalnya, tapi rasanya aku sudah mengenalnya seumur hidup. Dan tiba-tiba saja aku sadar dia telah menjadi bagian yang sangat penting dalam hidupku.

Aku pertama kali bertemu dengannya di bandara Charles de Gaulle. Lalu tanpa sengaja aku bertemu dengannya lagi di sebuah kelab ketika dia agak mabuk dan salah menyebut nama si bartender. Aku akhirnya tahu namanya pada pertemuan kami yang ketiga. Salah seorang temanku memperkenalkannya padaku. Selama ini aku tidak pernah percaya pada yang namanya kebetulan, tetapi ini seperti takdir. Karena akhirnya aku mendapat kesempatan mengenalnya.

Saat itu juga aku memutuskan akan mencoba keberuntunganku. Sudah tiga kali aku bertemu dengannya tanpa sengaja--tentu saja saat itu dia tidak tahu, karena sejauh yang dia tahu, kami bertemu pertama kalinya saat temannya memperkenalkan kami--dan aku memutuskan jika setelah pertemuan ini aku bisa bertemu dengannya secara kebetulan, aku akan mengambil langkah pertama dan mengajaknya keluar.

Bintang keberuntunganku ternyata sedang bersinar terang saat itu. Aku bertemu dengannya lagi, tanpa sengaja. Kali ini dia yang datang menghampiri dan menyapaku. Harus kuakui, aku begitu terpana sampai-sampai mendadak bisu sesaat. Aku tahu aku harus menepati janjiku sendiri. Aku pun mengajaknya menemaniku ke museum.

Hidup ini sungguh aneh, juga tidak adil. Suatu kali hidup melambungkanmu setinggi langit, kali lainnya hidup mengempaskanmu begitu keras ke bumi. Ketika aku menyadari dialah satu-satunya yang paling kubutuhkan dalam hidup ini, kenyataan berteriak di telingaku dia juga satu-satunya orang yang tidak boleh kudapatkan. Kata-kataku mungkin terdengar tidak masuk akal, tetapi percayalah, aku rela melepaskan apa saja, melakukan apa saja, asal bisa bersamanya. Tetapi apakah manusia bisa mengubah kenyataan?

Satu-satunya yang bisa kulakukan sekarang adalah keluar dari hidupnya. Aku tidak akan melupakannya, tetapi aku harus melupakan perasaanku padanya walaupun itu berarti aku harus menghabiskan sisa hidupku mencoba melakukannya. Pasti butuh waktu lama sebelum aku bisa menatapnya tanpa merasakan apa yang kurasakan setiap kali aku melihatnya.

Mungkin suatu hari nanti--aku tidak tahu kapan--rasa sakit ini akan hilang dan saat itu kami baru akan bertemu kembali.

Sekarang... Saat ini saja... Untuk beberapa detik saja... Aku ingin bersikap egois. Aku ingin melupakan semua orang, mengabaikan dunia, dan melupakan asal-usul serta latar belakangku. Tanpa beban, harapan, ataupun tuntutan. Aku ingin mengaku.

Aku mencintainya...